A. Pengertian
Kekerasan
Dalam Keluarga/KDRT adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau
penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman
untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara
melawan hukum dalam lingkup rumah tangga. Sebagian besar korban KDRT adalah
kaum perempuan (istri) dan pelakunya adalah suami, walaupun ada juga korban
justru sebaliknya, atau orang-orang yang tersubordinasi di dalam rumah tangga
itu. Pelaku atau korban KDRT adalah orang yang mempunyai hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan, perwalian dengan suami, dan
anak bahkan pembatu rumah tangga, tinggal di rumah ini. Ironisnya kasus KDRT
sering ditutup-tutupi oleh si korban karena terpaut dengan struktur budaya,
agama dan sistem hukum yang belum dipahami. Padahal perlindungan oleh negara
dan masyarakat bertujuan untuk memberi rasa aman terhadap korban serta menindak
pelakunya.
B. Bentuk Kekerasan Dalam Rumah Tangga
1. Kekerasan Fisik
2. Kekerasan Psikis
3. Kekerasan Seksual
4. Kekerasan Ekonomi
C. Penyebab Kekerasan Dalam Rumah Tangga
1.
Laki-laki dan perempuan tidak dalam posisi yang setara
2.
Masyarakat menganggap laki-laki dengan menanamkan
anggapan bahwa laki-laki harus kuat, berani serta tanpa ampun
3.
KDRT dianggap bukan sebagai permasalahan sosial, tetapi
persoalan pribadi terhadap relasi suami istri
4.
Pemahaman keliru terhadap ajaran agama, sehingga timbul
anggapan bahwa laki-laki boleh menguasai perempuan
5.
Faktor
Ekonomi kurang mendukung
6.
Perselingkuhan
dalam berpasangan
7.
Banyaknya
keturunan
8.
Kurangnya
perhatian dalam berpasangan maupun berkeluarga
9.
Tidak
saling menghormati dalam keluarga
10. Tidak adanya rasa kepercayaan dalam
keluarga
11. Tidak adanya rasa keterbukaan sesama
anggota keluarga
D. Upaya Pemenuhan Hak-hak Korban
KDRT
Upaya-upaya dalam pemenuhan hak-hak korban KDRT harus diakui kehadiran UU
PKDRT membuka jalan bagi terungkapnya kasus KDRT dan upaya perlindungan hak-hak
korban. Dimana, awalnya KDRT dianggap sebagai wilayah privat yang tidak seorang
pun diluar lingkungan rumah tangga dapat memasukinya. Lebih kurang empat tahun
sejak pengesahannya pada tahun 2004, dalam perjalanannya UU ini masih ada
beberapa pasal yang tidak menguntungkan bagi perempuan korban kekerasan. PP No. 4 tahun 2006
tentang Pemulihan merupakan peraturan pelaksana dari UU ini, yang diharapkan
mempermudah proses implementasi UU sebagaimana yang tertera dalam mandat UU
ini.
Selain itu, walaupun UU ini dimaksudkan memberikan efek jera bagi pelaku
KDRT, ancaman hukuman yang tidak mencantumkan hukuman minimal dan hanya hukuman
maksimal sehingga berupa ancaman hukuman alternatif kurungan atau denda
terasa terlalu ringan bila dibandingkan dengan dampak yang diterima korban,
bahkan lebih menguntungkan bila menggunakan ketentuan hukum sebagaimana yang
diatur dalam KUHP. Apalagi jika korban mengalami cacat fisik, psikis, atau
bahkan korban meninggal. Sebagai UU yang memfokuskan pada proses penanganan
hukum pidana dan penghukuman dari korban, untuk itu, perlu upaya strategis
diluar diri korban guna mendukung dan memberikan perlindungan bagi korban dalam
rangka mengungkapkan kasus KDRT yang menimpanya
E. Kesimpulan
Maka dari
itu sesama anggota keluarga, harus menjalin hubungan yang
erat, dengan menerapkan sifat toleransi, simpati, empati
dan lainnya.
Jika sifat
tersebut sudah diterapkan, KDRT di masyarakat akan berkurang, bahkan tidak ada
Tidak ada komentar:
Posting Komentar