Translate

Sabtu, 02 November 2013

Penghayatan dan Pengamalan Pancasila sebagai Solusi Mengatasi Tawuran



Manusia pada dasarnya tercipta dengan perbedaan. Dengan adanya perbedaan kita dapat termotivasi untuk menjadi lebih baik.  Perbedaan itulah yang membuat kita mengetahui seberapa kemampuan kita atau seberapa pencapaian yang telah kita peroleh. Perbedaan sebenarnya hanyalah sebuah keadaan di mana apa yang kita miliki, apa yang kita lakukan tidak sesuai dengan apa yang dimiliki dan dilakukan oleh orang lain. Perbedaan tersebut bisa berupa pikiran, sikap, tingkah laku, sudut pandang, dan sebagainya. Namun dalam kenyataannya, perbedaan merupakan awal dari sebuah konflik.
Negara kita yang terbentang dari sabang sampai merauke terdiri atas beragam suku, ras, agama, adat, bahasa, dan masih banyak lagi. Semuanya memiliki cara berfikir dan kebiasaan yang berbeda-beda antara satu dengan lainnya. Jika kita selalu membicarakan dan membahas perbedaan, tentu hanya akan menimbulkan konflik horizontal yang berkepanjangan.
Perbedaan sering menimbulkan konflik sosial. Konflik yang sering terjadi biasanya disebabkan oleh kebutuhan dasar manusia, seperti kekuasaan, status, dan lain-lainnya. Karena adanya perbedaan, maka kebutuhan dasar manusia seperti kekuasaan, status, dan lain-lain akan menyebabkan kesenjangan sosial. Dari kesenjangan sosial itulah yang sering menimbulkan konflik.
            Tawuran berawal dari perbedaan
           Dalam dunia pelajar, perbedaan kerapkali berujung perselisihan. Contohnya adalah tawuran. Masih ingatkah dengan peristiwa kematian Alawy Yusianto Putra setahun yang lalu? Dia adalah siswa SMAN 6 Jakarta, korban tawuran yang meninggal karena dibacok. Alawy pada waktu itu baru kelas 10, masih awal-awal memakai pakaian putih abu-abu. Dia merupakan korban salah sasaran, karena sebenarnya dia tidak ikut dalam tawuran tersebut. Saat itu dia sedang makan siang sebelum memulai latihan bandnya. Tiba-tiba dia mendengar ada tawuran, namun belum sempat berlari dia sudah kena bacok dari anak SMAN 70 Jakarta.
Tawuran merupakan perkelahian yang dilakukan oleh sebuah kelompok pelajar dengan kelompok pelajar lainnya dengan menggunakan kekerasan. Tawuran merupakan peristiwa konflik sosial karena tawuran merupakan perselisihan mengenai nilai-nilai yang berkaitan dengan status, kuasa, dan lainnya (Lewis A Coser). Tujuan tawuran biasanya karena ingin memenuhi apa yang menjadi tujuannya dengan jalan menentang pihak lain disertai dengan ancaman dan kekerasan (Leonpold Von Wiese)
Tawuran dilatarbelakangi oleh beberapa pemicu. Pemicu utamanya yaitu adanya banyak perbedaan yang ada pada tiap-tiap kelompok maupun tiap-tiap individu. Dari perbedaan-perbedaan tersebut terciptalah konflik yang berupa perkelahian antar pelajar. Berikut ini pemicu tawuran antar pelajar yang merupakan salah satu dari konflik sosial :
1.      Perbedaan Individu : Setiap individu memiliki latar belakang yang berbeda. Perbedaan karakter, nilai-nilai, pendirian dan emosi seseorang merupakan factor yang bisa menyumbang terjadinya konflik sosial. Seseorang yang memiliki nilai karakter kurang baik akan mudah terpicu untuk menciptakan konflik sosial. Dia biasanya memiliki emosi yang labil, pendirian yang kurang, sehingga pikirannya pendek. Akibatnya dia mudah terpicu kemarahannya apabila dia mendapat suatu informasi yang tidak sesuai dengan apa yang dia inginkan.
Contohnya adalah seseorang yang dewasa lebih stabil pikirannya dalam menyelesaikan masalah. Dia menggunakan 90% pikirannya untuk menyelesaikan masalah. Lain hal dengan orang yang labil, dia akan mudah terpancing emosi saat dihadapkan pada suatu masalah karena dia menggunakan 90% perasaannya daripada pikirannya.
Begitu juga remaja yang terlibat tawuran. Mereka kebanyakan masih memiliki tingkat kedewasaan yang relatif rendah. Mereka mudah terpancing emosi saat mendengar sesuatu yang tidak sesuai dengan kehendaknya, sehingga mereka langsung mengambil keputusan dengan menyatakan perang kepada yang tidak sesuai dengan kehendaknya. Dari sinilah awal mula terjadinya tawuran.
2.      Perbedaan Lingkungan Kebudayaan : Seseorang yang memiliki nilai karakter dan pendirian yang kurang, sedikit banyak akan terpengaruh dengan pola-pola pemikiran dan pendirian kelompoknya. Pemikiran dan pendirian yang berbeda itu pada akhirnya akan menghasilkan perbedaan individu yang dapat memicu konflik. Suatu kebudayaan akan mempengaruhi perilaku seseorang, karena kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat (Selo Soemardjan), sehingga kebudayaan akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia. Sebuah lingkungan yang baik akan membentuk kebudayaan yang baik pula. Sehingga kebudayaan dan lingkungan merupakan kedua hal yang saling berkaitan pengaruhnya dalam mempengaruhi individu yang ada di dalamnya.
Contohnya adalah seseorang yang terbiasa tinggal di lingkungan yang keras akan terbiasa bersifat keras pula di manapun dia berada karena dari lingkungan tersebutlah terbentuk pola pemikirannya. Lain halnya dengan orang yang terbiasa hidup di lingkungan elit, dia akan bersifat idealis di manapun dia berada, karena kesehariannya dia bersikap idealis secara elit.
Begitu juga remaja yang terlibat tawuran. Remaja yang terlibat tawuran cenderung salah dalam memilih lingkungannya. Mereka salah mengelompokkan diri dengan orang-orang yang memiliki pola piker yang kurang baik. Biasanya seseorang ikut tawuran karena diajak oleh temannya dengan ancaman “banci kalau gak ikut tawuran.” Dari situlah awal terbentuknya lingkungan “anak-anak yang suka tawuran.” Akibatnya, budaya ini mengakar terus menerus, sehingga terbentuklah istilah “sekolah A musuh bebuyutan sekolah B.”
3.      Perbedaan Kepentingan : Tujuan yang dilakukan oleh seseorang berbeda-beda meskipun hal yang dilakukan sama. Oleh sebab itu, dalam waktu yang bersamaan, masing-masing orang atau kelompok memiliki kepentingan yang berbeda-beda. Dari perbedaan kepentingan tersebut, maka reaksi sikapnya juga berbeda-beda. Akibat dari reaksi dan sikap yang berbeda itulah, perselisihan sering terjadi. 
Contohnya adalah ketika berlangsung pentas musik di lingkungan pemukiman, tentu reaksi dan sikap setiap warganya akan berbeda-beda. Ada yang merasa terganggu karena berisik, tetapi ada pula yang merasa terhibur. Warga yang terganggu merasa tidak memiliki kepentingan dengan pentas music tersebut, sehingga dia merasa bahwa pentas music tersebut mengganggu dirinya. Berbeda dengan orangt yang sedang menikmati pentas music tersebut, dia merasa enjoy karena dia merasa memiliki kepentingan dengan pentas music tersebut.
Begitu pula remaja yang terlibat tawuran. Awal mula dari permasalahan adalah perbedaan kepentingan yang ada diantara mereka. Pada suatu keadaan yang sedang dijalani oleh kelompok A, di mana keadaan itu sangatlah penting bagi kelompok A karena kelompok A sedang memiliki kepentingan dengan keadaan tersebut. Namun dalam keadaan tersebut, kelompok B merasa terganggu ataupun merasa tidak suka, sehingga munculah pertentangan dari kelompok B terhadap kelompok A. Pertentangan itulah merupakan awal dari tawuran.
4.      Perbedaan Status Sosial : merupakan  tempat atau posisi seseorang dalam suatu kelompok sosial, sehubungan dengan kelompok-kelompok lain di dalam kelompok yang lebih besar lagi (Wikipedia). Status social masih memiliki keterkaitan dengan lingkungan kebudayaan, hanya saja status social diukur dari agama, pendidikan dan pengetahuan, politis, dan jabatan.
Contohnya adalah orang yang memiliki status sosial baik akan bertingkah laku dengan baik pula, karena memiliki pendidikan, pengetahuan, dan moral (agama) yang baik. Namun, orang yang memiliki status social yang kurang baik akan bertingkah laku tidak sebaik orang yang memiliki status social yang baik, hal ini disebabkan oleh kurang mendukungnya faktor lingkungan budaya yang berpengaruh pada pendidikan, pengetahuan, moral (agama), dan tingkah laku.
Begitu pula remaja yang terlibat tawuran. Ada dua kemungkinan yang terjadi. Yang pertama, mereka murni benar-benar dari kelompok yang memiliki status sosial yang kurang baik, sehingga pemikiran mereka dan tingkah laku mereka pun juga kurang baik. Yang kedua, remaja yang memiliki status sosial yang baik namun mengelompokkan diri dengan remaja yang memiliki status social kurang baik, sehingga dirinya ikut terbawa menjadi kurang baik. Dalam hal ini, remaja yang memiliki status social kurang baik cenderung dekat dengan kekerasan dan premanisme. Hal ini berkaitan erat dengan lingkungan kebudayaan.
Dari 4 poin tersebut, didapatkan bahwa pendidikan dan lingkungan-lah yang memiliki peran paling penting. Dapat disimpulkan bahwa orang yang tinggal di lingkungan kebudayaan dan memiliki pendidikan kurang, cenderung memiliki sikap, tingkah laku, pola pikir yang kurang baik pula.
Penghayatan dan Pengamalan Pancasila sebagai Solusi Mengatasi Tawuran
            Pancasila sebagai dasar Negara Indonesia hendaknya diadikan pedoman pula dalam hidup kita sehari-hari. Dalam butir-butir Pancasila mengandung makna yang dalam jika kita menghayatinya. Mensosialisasikan butir-butir Pancasila dapat dilakukan sejak dini yaitu dimasukkannya mata pelajaran Pancasila sejak tingkat pendidikan dasar hingga perguruan tinggi. Mungkin ini tidak akan memberikan pengaruh langsung bagi moral namun paling tidak jika diajarkan sejak dini, lambat laun nilai-nilai itu akan mengurat akar dalam diri pribadi masing-masing. Kita dapat mengamalkan Hampir 13 tahun sejak reformasi tahun 1998 lalu, Pancasila hanyalah sebagai hafalan. Semakin bertambahnya waktu, pengamalan terhadap Pancasila mulai luntur. Hal ini seperti apa yang terjadi akhir-khir ini. Lunturnya moral merupakan salah satu bukti lunturnya pengamalan terhadap Pancasila.
            Begitu pula dengan tawuran. Tawuran secara tidak langsung berkaitan dengan kurangnya iman sesorang. Seseorang yang beriman jarang membuat keputusan dengan emosi. Sedangkan tawuran adalah realisasi dari keputusan yang didasarkan pada rasa emosi. Seandainya suatu permasalah diantara pelajar dapat diselesaikan dengan musyawarah dan disertai dengan tengang rasa maka akan dicapai mufakat. Pelajar yang terdiri dari manusia yang mempunyai perbedaan baik dari segi sosial ekonomi, budaya tidak akan menjadi suatu masalah karena masing-masing manusia itu saling menghargai satu sama lain. Dengan demikian terciptalah Susana yang damai dan sejahtera diantara sesama pelajar. Jika suatu saat terjadi serangan dari luar negeri, kita sebagai pelajar akan dapat bersatu melawannya. Ini semua sudah tertuang dalam butir-butir Pancasila yang meliputi lima sila yaitu :
1.      Ketuhanan Yang Maha Esa
Pada sila ini mengandung bahwa Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah yang menyangkut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa. Sehingga perlu mengembangkan sikap saling menghormati dan bekerjasama antara pemeluk agama dengan penganut kepercayaan yang berbeda-beda terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Apabila sila pertama ini diamalkan, maka akan adanya perasaan bersalah apabila timbul niat untuk melakukan keburukan terhadap orang lain. Perasaan tersebut akan muncul secara otomatis apabila dalam bertingkahlaku dilandasi oleh rasa keimanan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Selain itu, manfaat lainnya adalah kita akan dapat lebih dewasa dalam berfikir. Kedewasaan pada dasarnya adalah kesabaran, dan agama lah ajaran yang mengajarkan manusia untuk bersabar dalam melakukan segala hal.
2.      Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
Pada sila ini mengandung adanya persamaan derajad, persamaan hak dan kewajiban asasi setiap manusia, tanpa membeda-bedakan suku, keturrunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan sosial, warna kulit dan sebagainya. Sehingga akan muncul sikap saling tenggang rasa dan tepa selira.
Apabila dalam praktiknya sila ini diamalkan, maka perbedaan kepentingan bukanlah lagi menjadi masalah yang menyebabkan perselisihan. Hal ini karena apabila adanya rasa saling tenggang rasa, maka akan ada pula sikap saling menghargai terhadap orang lain yang mempunyai kepentingan walau kita tidak memiliki kepentingan dengan hal tersebut. Selain itu manfaat lainnya adalah kita dapat lebih berani membela kebenaran dan keadilan. Hal ini berkaitan dengan perbedaan individu. Apabila adanya perbedaan individu, baik dalam berpendapat maupun berargumen, harus secara obyektif dalam mengatakan benar dan salah. Tidak boleh memaksakan kehendak, dan marah apabila pendapatnya disalahkan. Sehingga akan lebih dewasa dalam bersikap dan berfikir
3.      Persatuan Indonesia
Sila ini mengandung makna penempatan persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara sebagai kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan. Sehingga akan timbulnya rasa cinta tanah air dan saling menyayangi kepada sesama warga Indonesia.
Pengamalan sila ini akan menumbuhkan rasa persatuan dan kesatuan bersama diatas kepentingan pribadi. Sehingga perbedaan individu bukanlah lagi menjadi sumber perselisihan, karena adanya penekanan keegoisan diri sendiri dalam berpendapat atau bertingkah laku. Selain itu akan menjadikan kita lebih dewasa. Hal ini karena jika kita menempatkan kepentingan bersama diatas kepentingan pribadi, akan membuat kita mengalah. Dari mengalah itulah kita bisa bersikap lebih dewasa
4.      Kerakyatan yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan, Perwakilan
Makna sila ini yaitu sebagai warga negara dan warga masyarakat, setiap manusia Indonesia mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama. Sehingga kita tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang lain.
Apabila sila ini diamalkan, maka permasalahan perbedaan pendapat bukanlah lagi menjadi bibit perselisihan. Pengamalan sila ini menjadikan adanya saling menghargai antara sesamakarena ditekankan bahwa semua manusia memiliki kedudukan yang sama dalam berpendapat. Selain itu kita akan menjadi lebih dewasa. Karena kita dikondisikan saling menghargai pendapat yang dikeluarkan. Hal ini juga membuat kita mengetahui kekurangan diri sendiri, karna kita akan leluasa dan “nrimo” apabila di kritik oleh orang lain.
5.      Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Dalam sila ini terkandung bahwa perbuatan yang luhur, yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan gotong royong harus dikembangkan. Kita akan menjadi individu yang dapat menghormati hak orang lain tanpa mengurangi hak diri sendiri.
Apabila sila ini diamalkan, maka kesenjangan sosial yang disebabkan oleh perbedaan status sosial dan perbedaan kepentingan bukanlah lagi menjadi penyebab perselisihan, karena dalam pengamalan sila ini akan membuat kita adil dalam bersikap terhadap semua orang, sehingga tidak akan ada lagi kesenjangan sosial. Selain itu, pengamalan sila ini membuat kita menjadi individu yang tidak membeda-bedakan seseorang bedasarkan factor kebudayaan, agama, status sosial, dan lain-lain.

Nilai-nilai Pancasila tersebut sudah mencakup penyelesaian seluruh perbedaan yang menyebabkan terjadinya tawuran maupun konflik sosial. Apabila kelima nilai sila tersebut dihayati dan diamalkan dengan baik, maka akan tumbuh generasi penerus bangsa yang memiliki moral. Dengan moral tersebut  akan ada perbaikan pola pikir dan tingkah laku remaja-remaja yang merupakan tunas bangsa.
Pengamalan terhadap Pancasila juga akan membuat kita obyektif dalam menyelesaikan masalah. Kita akan dapat menyelesaikan masalah secara dewasa karena kita bisa membedakan yang benar dan salah tanpa memandang siapapun dan apapun itu.
Berprinsiplah “Pendapatku benar, tapi memiliki kemungkinan untuk salah. Sedangkan pendapat orang lain salah, tapi memiliki kemungkinan untuk benar.”(Imam Syafi’i) saat dalam berpendapat. Sehingga tidak ada rasa berat saat menerima pendapat orang lain. Dengan begitu, maka perbedaan bukanlah lagi menjadi sebuah awal dari masalah, namun perbedaan akan menjadi sebuah keindahan. Dengan perbedaan itulah kita bisa tahu hitam dan putih, yang mana yang baik dan buruk. Sehingga kita bisa mengkoreksi diri sendiri, apa yang kurang baik dari diri sendiri.

            -Kukuh Wira Satya, siswa SMAN 3 Semarang

SaNuSa



             
Mungkin diantara teman-teman sudah banyak yang tau apa itu SaNuSa. SaNuSa sudah tak asing lagi melekat pada sosok bernama Kukuh Wira Satya. Bahkan Kukuh pun sering mengganti “Satya” pada nama belakangnya menjadi “SaNuSa” .
SaNuSa mulai diperkenalkan pada sekitar tahun 2010. Sebenarnya SaNuSa hanyalah sebuah akal-akalan kecil dari Kukuh Wira Satya untuk menyingkat hal besar menjadi lebih ringkas. Hal besar tersebut memang masih dirahasiakan sampai saat ini, walaupun sudah banyak pula yang mengetahui tentang SaNuSa yang sebenarnya.


                Bagi Kukuh Wira Satya sendiri, SaNuSa merupakan sesuatu yang “sakral”. Akibat suatu kesalahan secara sengaja dari kekurangan masa lalu, banyak yang sudah tau apakah itu SaNuSa  yang sebenarnya. Namun, Kukuh Wira Satya menetapkan bahwa mulai tanggal 15 Juli 2013, SaNuSa dilarang menyebar dalam bentuk sebenarnya. Hal ini bertujuan melindungu privasi SaNuSa di public agar tidak tersebar semakin luas.
                Pada awal terbentuknya verba SaNuSa, Kukuh Wira Satya sangat bangga mengenalkan verba tersebut di hadapan umum beserta arti yang sebenarnya. Namun seiring perkembangan, verba SaNuSa disalahgunakan untuk “gossip” yang tidak bermutu yang sangat merugikan Kukuh Wira Satya. Sayangnya Kukuh Wira Satya tidak dapat melakukan tindakan karena pada saat itu sudah fatal dalam penyalahgunaan.  Hingga pada akhirnya Kukuh Wira Satya memvakumkan verba SaNuSa untuk umum.
                Dalam pemvakuman tersebut  verba SaNuSa mulai jarang terdengar. Pemvakuman tersebut terhitung mulai bulan Maret 2013 hingga Juli 2013. Setelah vakum sekian lama, Kukuh Wira Satya mulai mengenalkan verba SaNuSa lagi pada lingkungan baru. Namun kali ini, makna dari verba tersebut diubah secara total menjadi “Satu Nusa dan Bangsa” dan ditambahi denga semboyan “For A Better Future” . Diharapkan pergantian makna dapat melengserkan makna SaNuSa edisi lama. Selai itu makna SaNuSa edisi baru jauh lebih bermutu dan berguna daripada makna SaNuSa edisi lama.
                Selain pergantian makna, SaNuSa juga mengalami pergantian symbol. Pada awalnya SaNuSa dibuat manual dengan tangan. Namun dalam perkembangannya, symbol SaNuSa dirombak secara total menggunakan media elektronik.

Wawancara Pak Edi (Cemeti)



Pewawancara  : Assalamualaikum Pak Edi, selamat siang, bersediakah Bapak untuk kami wawancarai?
Narasumber     : Waalaikumsalam, iya silahkan
Pewawancara  : Sejak kapan Bapak mengajar di SMA 3?
Narasumber     : Saya mulai mengajar di SMA 3 pada tahun 1999, tetapi saya diangkat menjadi Pegawai Negeri pada tahun 2005, sebelum diangkat menjadi Pegawai Negeri saya juga pernah menjabat sebagai editor bahasa di Suara Merdeka.
Pewawancara   : Bapak baru saja dilantik menjadi WaKa Kesiswaan, bagaimana ceritanya sehingga Bapak bisa menjabat sebagai WaKa Kesiswaan saat ini?
Narasumber     : Saya menjadi WaKa Kesiswaan atas usulan Bapak dan Ibu Guru rekan-rekan saya di SMA 3. Jadi begini, Bapak Ibu Guru mengusulkan beberapa calon untuk menjadi WaKa Kesiswaan, lalu beberapa calon tersebut termasuk saya  dipilih melalui pemilihan seperti pemilu, dan saya yang memenangkan pemilihan WaKa Kesiswaan tersebut.
Pewawancara  : Lalu bagaimana perasaan Bapak  setelah menjadi WaKa Kesiswaan? Dan apa rencana Bapak kedepan setelah menjadi WaKa?
Narasumber    : Ya saya biasa-biasa saja, maksudnya yaitu saya kan diberi tanggung jawab, ya saya harus bisa melaksanakan tanggung jawab tersebut. Saya meneruskan program-program yang sudah ada. Rencana saya sih banyak sekali, namun ada beberapa kendala yang harus saya sesuaikan dengan kondisi saat ini.
Pewawancara  : Selain menjabat sebagai WaKa Kesiswaan, Bapak juga masih mengajar Bahasa Indonesia, bagaimana metode Bapak mengajar Bahasa Indonesia?
Narasumber    : Saya sangat menginginkan siswa itu senang menulis, sehingga saya menghimbau mereka untuk menulis kreatif di blog.
Pewawancara  : Bapak menekankan pada siswa yang Bapak ajar untuk nge-blog, itu bagaimana tujuannya?
Narasumber    : Saya sebagai Guru Bahasa Indonesia berkeinginan agar siswa SMA 3 pintar menulis kreatif, menulis kreatif itu berbeda dengan menulis ilmiah, kalau menulis ilmiah saya percaya siswa SMA 3 pasti bisa, tapi kalau menulis kreatif itu sedikit sulit. Nah blog itu merupakan suatu media pendukung bagi siswa untuk mengapresiasikan tulisannya tanpa menunggu untuk dimuat  seperti di koran.
Pewawancara  : Apa harapan Bapak untuk siswa SMA 3?
Narasumber    : Saya sangat mendukung semua kegiatan siswa yang positif, namun siswa juga harus memahami kalau keadaan sekarang agak berbeda dari yang dulu. Walaupun secara kuantitas kegiatan-kegiatan siswa berkurang, namun secara kualitas jangan sampai berkurang.
Pewawancara  : Apa harapan Bapak untuk CEMETI kedepannya ?
Narasumber    : Harapannya sih, CEMETI artikelnya benar-benar hasil karya anak SMA 3 sendiri, dan CEMETI bisa diekspose di luar SMA3, namun juga memperhatikan isinya yang lebih umum, tidak hanya seputar SMA 3 saja.
Pewawancara  : Baik. Terimakasih atas waktu yang Bapak Luangkan, Wassalamualaikum
Narasumber    : Waalaikumsalam. Ya sama-sama. Niki - Kukuh