Manusia pada dasarnya tercipta dengan perbedaan. Dengan
adanya perbedaan kita dapat termotivasi untuk menjadi lebih baik. Perbedaan itulah yang membuat kita mengetahui
seberapa kemampuan kita atau seberapa pencapaian yang telah kita peroleh. Perbedaan
sebenarnya hanyalah sebuah keadaan di mana apa yang kita miliki, apa yang kita
lakukan tidak sesuai dengan apa yang dimiliki dan dilakukan oleh orang lain.
Perbedaan tersebut bisa berupa pikiran, sikap, tingkah laku, sudut pandang, dan
sebagainya. Namun dalam kenyataannya, perbedaan merupakan awal dari sebuah
konflik.
Negara kita yang terbentang dari
sabang sampai merauke terdiri atas beragam suku, ras, agama, adat, bahasa, dan
masih banyak lagi. Semuanya memiliki cara berfikir dan kebiasaan yang
berbeda-beda antara satu dengan lainnya. Jika kita selalu membicarakan dan
membahas perbedaan, tentu hanya akan menimbulkan konflik horizontal yang
berkepanjangan.
Perbedaan sering menimbulkan
konflik sosial. Konflik yang sering terjadi biasanya disebabkan oleh kebutuhan
dasar manusia, seperti kekuasaan, status, dan lain-lainnya. Karena adanya
perbedaan, maka kebutuhan dasar manusia seperti kekuasaan, status, dan
lain-lain akan menyebabkan kesenjangan sosial. Dari kesenjangan sosial itulah
yang sering menimbulkan konflik.
Tawuran berawal dari perbedaan
Dalam
dunia pelajar, perbedaan kerapkali berujung perselisihan. Contohnya adalah
tawuran. Masih ingatkah dengan peristiwa kematian Alawy Yusianto Putra setahun
yang lalu? Dia adalah siswa SMAN 6 Jakarta, korban tawuran yang meninggal
karena dibacok. Alawy pada waktu itu baru kelas 10, masih awal-awal memakai
pakaian putih abu-abu. Dia merupakan korban salah sasaran, karena sebenarnya
dia tidak ikut dalam tawuran tersebut. Saat itu dia sedang makan siang sebelum
memulai latihan bandnya. Tiba-tiba dia mendengar ada tawuran, namun belum
sempat berlari dia sudah kena bacok dari anak SMAN 70 Jakarta.
Tawuran merupakan perkelahian yang dilakukan oleh
sebuah kelompok pelajar dengan kelompok pelajar lainnya dengan menggunakan
kekerasan. Tawuran merupakan peristiwa konflik sosial karena tawuran merupakan
perselisihan mengenai nilai-nilai yang berkaitan dengan status, kuasa, dan
lainnya (Lewis A Coser). Tujuan tawuran biasanya karena ingin memenuhi apa yang
menjadi tujuannya dengan jalan menentang pihak lain disertai dengan ancaman dan
kekerasan (Leonpold Von Wiese)
Tawuran dilatarbelakangi oleh beberapa pemicu.
Pemicu utamanya yaitu adanya banyak perbedaan yang ada pada tiap-tiap kelompok
maupun tiap-tiap individu. Dari perbedaan-perbedaan tersebut terciptalah
konflik yang berupa perkelahian antar pelajar. Berikut ini pemicu tawuran antar
pelajar yang merupakan salah satu dari konflik sosial :
1. Perbedaan
Individu : Setiap individu memiliki latar belakang yang berbeda. Perbedaan
karakter, nilai-nilai, pendirian dan emosi seseorang merupakan factor yang bisa
menyumbang terjadinya konflik sosial. Seseorang yang memiliki nilai karakter
kurang baik akan mudah terpicu untuk menciptakan konflik sosial. Dia biasanya
memiliki emosi yang labil, pendirian yang kurang, sehingga pikirannya pendek.
Akibatnya dia mudah terpicu kemarahannya apabila dia mendapat suatu informasi
yang tidak sesuai dengan apa yang dia inginkan.
Contohnya adalah seseorang yang
dewasa lebih stabil pikirannya dalam menyelesaikan masalah. Dia menggunakan 90%
pikirannya untuk menyelesaikan masalah. Lain hal dengan orang yang labil, dia
akan mudah terpancing emosi saat dihadapkan pada suatu masalah karena dia
menggunakan 90% perasaannya daripada pikirannya.
Begitu juga remaja yang terlibat
tawuran. Mereka kebanyakan masih memiliki tingkat kedewasaan yang relatif rendah.
Mereka mudah terpancing emosi saat mendengar sesuatu yang tidak sesuai dengan
kehendaknya, sehingga mereka langsung mengambil keputusan dengan menyatakan
perang kepada yang tidak sesuai dengan kehendaknya. Dari sinilah awal mula
terjadinya tawuran.
2. Perbedaan
Lingkungan Kebudayaan : Seseorang yang memiliki nilai karakter dan pendirian
yang kurang, sedikit banyak akan terpengaruh dengan pola-pola pemikiran dan
pendirian kelompoknya. Pemikiran dan pendirian yang berbeda itu pada akhirnya
akan menghasilkan perbedaan individu yang dapat memicu konflik. Suatu
kebudayaan akan mempengaruhi perilaku seseorang, karena kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat (Selo
Soemardjan), sehingga kebudayaan akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan
meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia. Sebuah
lingkungan yang baik akan membentuk kebudayaan yang baik pula. Sehingga
kebudayaan dan lingkungan merupakan kedua hal yang saling berkaitan pengaruhnya
dalam mempengaruhi individu yang ada di dalamnya.
Contohnya adalah
seseorang yang terbiasa tinggal di lingkungan yang keras akan terbiasa bersifat
keras pula di manapun dia berada karena dari lingkungan tersebutlah terbentuk
pola pemikirannya. Lain halnya dengan orang yang terbiasa hidup di lingkungan
elit, dia akan bersifat idealis di manapun dia berada, karena kesehariannya dia
bersikap idealis secara elit.
Begitu juga remaja yang
terlibat tawuran. Remaja yang terlibat tawuran cenderung salah dalam memilih
lingkungannya. Mereka salah mengelompokkan diri dengan orang-orang yang
memiliki pola piker yang kurang baik. Biasanya seseorang ikut tawuran karena
diajak oleh temannya dengan ancaman “banci kalau gak ikut tawuran.” Dari
situlah awal terbentuknya lingkungan “anak-anak yang suka tawuran.” Akibatnya,
budaya ini mengakar terus menerus, sehingga terbentuklah istilah “sekolah A
musuh bebuyutan sekolah B.”
3. Perbedaan Kepentingan : Tujuan yang dilakukan oleh seseorang
berbeda-beda meskipun hal yang dilakukan sama. Oleh sebab itu,
dalam waktu yang bersamaan, masing-masing orang atau kelompok memiliki
kepentingan yang berbeda-beda. Dari perbedaan kepentingan tersebut, maka reaksi
sikapnya juga berbeda-beda. Akibat dari reaksi dan sikap yang berbeda itulah,
perselisihan sering terjadi.
Contohnya adalah ketika berlangsung
pentas musik di lingkungan pemukiman, tentu reaksi dan sikap setiap warganya
akan berbeda-beda. Ada yang merasa terganggu karena berisik, tetapi ada pula
yang merasa terhibur. Warga yang terganggu merasa tidak memiliki kepentingan
dengan pentas music tersebut, sehingga dia merasa bahwa pentas music tersebut
mengganggu dirinya. Berbeda dengan orangt yang sedang menikmati pentas music
tersebut, dia merasa enjoy karena dia merasa memiliki kepentingan dengan pentas
music tersebut.
Begitu pula remaja yang terlibat
tawuran. Awal mula dari permasalahan adalah perbedaan kepentingan yang ada
diantara mereka. Pada suatu keadaan yang sedang dijalani oleh kelompok A, di
mana keadaan itu sangatlah penting bagi kelompok A karena kelompok A sedang
memiliki kepentingan dengan keadaan tersebut. Namun dalam keadaan tersebut,
kelompok B merasa terganggu ataupun merasa tidak suka, sehingga munculah
pertentangan dari kelompok B terhadap kelompok A. Pertentangan itulah merupakan
awal dari tawuran.
4. Perbedaan
Status Sosial : merupakan tempat atau posisi seseorang dalam suatu
kelompok sosial,
sehubungan dengan kelompok-kelompok lain di dalam kelompok yang lebih besar
lagi (Wikipedia). Status social masih memiliki keterkaitan dengan lingkungan
kebudayaan, hanya saja status social diukur dari agama, pendidikan dan
pengetahuan, politis, dan jabatan.
Contohnya adalah orang yang
memiliki status sosial baik akan bertingkah laku dengan baik pula, karena
memiliki pendidikan, pengetahuan, dan moral (agama) yang baik. Namun, orang
yang memiliki status social yang kurang baik akan bertingkah laku tidak sebaik
orang yang memiliki status social yang baik, hal ini disebabkan oleh kurang
mendukungnya faktor lingkungan budaya yang berpengaruh pada pendidikan, pengetahuan,
moral (agama), dan tingkah laku.
Begitu pula remaja yang terlibat
tawuran. Ada dua kemungkinan yang terjadi. Yang pertama, mereka murni
benar-benar dari kelompok yang memiliki status sosial yang kurang baik,
sehingga pemikiran mereka dan tingkah laku mereka pun juga kurang baik. Yang
kedua, remaja yang memiliki status sosial yang baik namun mengelompokkan diri
dengan remaja yang memiliki status social kurang baik, sehingga dirinya ikut
terbawa menjadi kurang baik. Dalam hal ini, remaja yang memiliki status social
kurang baik cenderung dekat dengan kekerasan dan premanisme. Hal ini berkaitan
erat dengan lingkungan kebudayaan.
Dari 4 poin tersebut, didapatkan bahwa pendidikan
dan lingkungan-lah yang memiliki peran paling penting. Dapat disimpulkan bahwa
orang yang tinggal di lingkungan kebudayaan dan memiliki pendidikan kurang,
cenderung memiliki sikap, tingkah laku, pola pikir yang kurang baik pula.
Penghayatan dan Pengamalan
Pancasila sebagai Solusi Mengatasi Tawuran
Pancasila
sebagai dasar Negara Indonesia hendaknya diadikan pedoman pula dalam hidup kita
sehari-hari. Dalam butir-butir Pancasila mengandung makna yang dalam jika kita
menghayatinya. Mensosialisasikan butir-butir Pancasila dapat dilakukan sejak
dini yaitu dimasukkannya mata pelajaran Pancasila sejak tingkat pendidikan
dasar hingga perguruan tinggi. Mungkin ini tidak akan memberikan pengaruh
langsung bagi moral namun paling tidak jika diajarkan sejak dini, lambat laun
nilai-nilai itu akan mengurat akar dalam diri pribadi masing-masing. Kita dapat
mengamalkan Hampir 13 tahun sejak reformasi tahun 1998 lalu, Pancasila hanyalah
sebagai hafalan. Semakin bertambahnya waktu, pengamalan terhadap Pancasila
mulai luntur. Hal ini seperti apa yang terjadi akhir-khir ini. Lunturnya moral
merupakan salah satu bukti lunturnya pengamalan terhadap Pancasila.
Begitu pula dengan tawuran. Tawuran secara
tidak langsung berkaitan dengan kurangnya iman sesorang. Seseorang yang beriman
jarang membuat keputusan dengan emosi. Sedangkan tawuran adalah realisasi dari
keputusan yang didasarkan pada rasa emosi. Seandainya suatu permasalah diantara
pelajar dapat diselesaikan dengan musyawarah dan disertai dengan tengang rasa
maka akan dicapai mufakat. Pelajar yang terdiri dari manusia yang mempunyai
perbedaan baik dari segi sosial ekonomi, budaya tidak akan menjadi suatu
masalah karena masing-masing manusia itu saling menghargai satu sama lain.
Dengan demikian terciptalah Susana yang damai dan sejahtera diantara sesama
pelajar. Jika suatu saat terjadi serangan dari luar negeri, kita sebagai
pelajar akan dapat bersatu melawannya. Ini semua sudah tertuang dalam
butir-butir Pancasila yang meliputi lima sila yaitu :
1. Ketuhanan
Yang Maha Esa
Pada sila ini
mengandung bahwa Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha
Esa adalah masalah yang menyangkut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan Yang
Maha Esa. Sehingga perlu mengembangkan sikap saling menghormati dan bekerjasama
antara pemeluk agama dengan penganut kepercayaan yang berbeda-beda terhadap
Tuhan Yang Maha Esa.
Apabila sila
pertama ini diamalkan, maka akan adanya perasaan bersalah apabila timbul niat
untuk melakukan keburukan terhadap orang lain. Perasaan tersebut akan muncul
secara otomatis apabila dalam bertingkahlaku dilandasi oleh rasa keimanan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Selain itu, manfaat lainnya adalah kita akan
dapat lebih dewasa dalam berfikir. Kedewasaan pada dasarnya adalah kesabaran,
dan agama lah ajaran yang mengajarkan manusia untuk bersabar dalam melakukan
segala hal.
2. Kemanusiaan
yang Adil dan Beradab
Pada sila ini mengandung adanya persamaan derajad,
persamaan hak dan kewajiban asasi setiap manusia, tanpa membeda-bedakan suku,
keturrunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan sosial, warna kulit
dan sebagainya. Sehingga akan muncul sikap saling tenggang rasa
dan tepa selira.
Apabila dalam praktiknya sila ini diamalkan, maka
perbedaan kepentingan bukanlah lagi menjadi masalah yang menyebabkan
perselisihan. Hal ini karena apabila adanya rasa saling tenggang rasa, maka
akan ada pula sikap saling menghargai terhadap orang lain yang mempunyai
kepentingan walau kita tidak memiliki kepentingan dengan hal tersebut. Selain
itu manfaat lainnya adalah kita dapat lebih berani membela kebenaran dan
keadilan. Hal ini berkaitan dengan perbedaan individu. Apabila adanya perbedaan
individu, baik dalam berpendapat maupun berargumen, harus secara obyektif dalam
mengatakan benar dan salah. Tidak boleh memaksakan kehendak, dan marah apabila
pendapatnya disalahkan. Sehingga akan lebih dewasa dalam bersikap dan berfikir
3. Persatuan
Indonesia
Sila ini
mengandung makna penempatan persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan
keselamatan bangsa dan negara sebagai kepentingan bersama di atas kepentingan
pribadi dan golongan. Sehingga akan timbulnya rasa cinta tanah air dan saling
menyayangi kepada sesama warga Indonesia.
Pengamalan sila
ini akan menumbuhkan rasa persatuan dan kesatuan bersama diatas kepentingan
pribadi. Sehingga perbedaan individu bukanlah lagi menjadi sumber perselisihan,
karena adanya penekanan keegoisan diri sendiri dalam berpendapat atau
bertingkah laku. Selain itu akan menjadikan kita lebih dewasa. Hal ini karena jika
kita menempatkan kepentingan bersama diatas kepentingan pribadi, akan membuat
kita mengalah. Dari mengalah itulah kita bisa bersikap lebih dewasa
4. Kerakyatan
yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan, Perwakilan
Makna sila ini yaitu sebagai warga negara dan warga
masyarakat, setiap manusia Indonesia mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban
yang sama. Sehingga kita tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang lain.
Apabila sila ini diamalkan, maka permasalahan
perbedaan pendapat bukanlah lagi menjadi bibit perselisihan. Pengamalan sila
ini menjadikan adanya saling menghargai antara sesamakarena ditekankan bahwa
semua manusia memiliki kedudukan yang sama dalam berpendapat. Selain itu kita
akan menjadi lebih dewasa. Karena kita dikondisikan saling menghargai pendapat
yang dikeluarkan. Hal ini juga membuat kita mengetahui kekurangan diri sendiri,
karna kita akan leluasa dan “nrimo” apabila di kritik oleh orang lain.
5. Keadilan
Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Dalam sila ini
terkandung bahwa perbuatan yang luhur, yang mencerminkan sikap dan suasana
kekeluargaan dan gotong royong harus dikembangkan. Kita akan menjadi individu
yang dapat menghormati hak orang lain tanpa mengurangi hak diri sendiri.
Apabila sila ini
diamalkan, maka kesenjangan sosial yang disebabkan oleh perbedaan status sosial
dan perbedaan kepentingan bukanlah lagi menjadi penyebab perselisihan, karena
dalam pengamalan sila ini akan membuat kita adil dalam bersikap terhadap semua
orang, sehingga tidak akan ada lagi kesenjangan sosial. Selain itu, pengamalan
sila ini membuat kita menjadi individu yang tidak membeda-bedakan seseorang
bedasarkan factor kebudayaan, agama, status sosial, dan lain-lain.
Nilai-nilai
Pancasila tersebut sudah mencakup penyelesaian seluruh perbedaan yang menyebabkan
terjadinya tawuran maupun konflik sosial. Apabila kelima nilai sila tersebut
dihayati dan diamalkan dengan baik, maka akan tumbuh generasi penerus bangsa
yang memiliki moral. Dengan moral tersebut
akan ada perbaikan pola pikir dan tingkah laku remaja-remaja yang
merupakan tunas bangsa.
Pengamalan
terhadap Pancasila juga akan membuat kita obyektif dalam menyelesaikan masalah.
Kita akan dapat menyelesaikan masalah secara dewasa karena kita bisa membedakan
yang benar dan salah tanpa memandang siapapun dan apapun itu.
Berprinsiplah
“Pendapatku benar, tapi memiliki kemungkinan untuk salah. Sedangkan pendapat
orang lain salah, tapi memiliki kemungkinan untuk benar.”(Imam Syafi’i)
saat dalam berpendapat. Sehingga tidak ada rasa berat saat menerima pendapat
orang lain. Dengan begitu, maka perbedaan bukanlah lagi menjadi sebuah awal
dari masalah, namun perbedaan akan menjadi sebuah keindahan. Dengan perbedaan
itulah kita bisa tahu hitam dan putih, yang mana yang baik dan buruk. Sehingga
kita bisa mengkoreksi diri sendiri, apa yang kurang baik dari diri sendiri.
-Kukuh Wira Satya, siswa SMAN 3 Semarang